Kunci Ketiga; Dakwah
“Katakanlah [Muhammad]; Inilah jalanku, aku mengajak/berdakwah menuju Allah di atas bashirah/ilmu; inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Dan Maha Suci Allah, aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)
Ilmu yang semestinya dan wajib dimiliki seorang da’i mencakup;
- Ilmu seputar materi yang hendak disampaikan; yaitu ajaran Islam dengan landasan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih
- Ilmu seputar tata-cara berdakwah dan metode penyampaiannya kepada khalayak juga berdasarkan dalil-dalil serta pengalaman di lapangan
- Ilmu seputar keadaan dan kondisi objek dakwah/mad’u beserta pemahaman terhadap latar belakang dan karakter mereka
Seorang yang berdakwah tidak boleh berdakwah dengan landasan kebodohan atau kesalahpahaman terhadap materi yang semestinya disampaikan. Seorang yang berdakwah juga tidak boleh serampangan menyamakan metode penyampaian padahal suasana dan situasi yang dihadapi berlainan. Seorang yang berdakwah juga harus memperhatikan kondisi dan masalah yang dihadapi oleh orang-orang yang dia dakwahi.
Selain itu -dan ini juga perkara yang penting dan banyak dilupakan- harus diingat bahwa seorang da’i juga harus belajar/menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya. Seorang da’i yang mengajak manusia kepada Islam tidak boleh membiarkan dirinya larut dan hanyut dalam kebodohan dan penyimpangan pemahaman. Begitu pula seorang da’i sangat butuh untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang telah diketahuinya.
Bagaimana mungkin anda mengajak orang lain kepada tauhid, sementara anda sendiri tidak paham dan tidak mengamalkan tauhid? Bagaimana mungkin anda mengajak orang kepada syari’at Islam sementara anda sendiri tidak mengamalkan syari’at Islam? Bagaimana mungkin anda mengajak orang untuk berdzikir sementara anda sendiri bergelimang dengan maksiat, kelalaian, dan atau bahkan bid’ah-bid’ah?!
Saudaraku -semoga Allah merahmati aku dan kamu- menjadi seorang aktifis Islam yang punya kepedulian terhadap nasib umat adalah sebuah keutamaan, meskipun demikian jangan sampai kita lupa akan kewajiban dan tanggung jawab serta amanah yang Allah bebankan di atas pundak kita; untuk mengikhlaskan segala ibadah untuk-Nya, menegakkan sholat lima waktu setiap harinya, dan juga berbakti kepada kedua orang tua…
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman, “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya…” (HR. Bukhari)
Ini artinya -jika kita tulus mengejar cinta dan ridha-Nya- kita harus ber-komitmen untuk menunaikan amal-amal wajib dan memprioritaskannya di atas amal-amal yang sunnah, apalagi amalan wajib itu yang bersifat fardhu ‘ain alias setiap kita harus melakukannya. Diantara amalan yang wajib kita perhatikan juga adalah menimba ilmu agama.
Jangan sampai kita malu kalau gaptek/gagap teknologi tapi tidak risih kalau gaptak/gagap taklim. He he, ada tidak orang yang gaptak? Seperti apa itu orang yang gaptak alias gagap ilmu agama? Nah, kalau tidak percaya coba kamu -yang belum pada bisa baca kitab- datang ke kajian atau pelajaran yang membahas kitab-kitab ulama yang berbahasa arab alias menggunakan kitab arab gundul… Kira-kira bingung tidak?!
Kunci Keempat; Sabar
Iman, amal salih, dan dakwah tidak akan bisa terwujud dan bertahan apabila tidak dibarengi dengan kesabaran. Karena kesabaran itu sendiri ada beberapa bentuk;
- Sabar dalam melakukan ketaatan dan amal salih
- Sabar dalam menjauhi maksiat dan dosa-dosa
- Sabar dalam menghadapi musibah dan cobaan yang menimpa
Orang yang menimba ilmu tapi tidak sabar, maka dia akan gagal meraih cita-citanya. Begitu pula orang yang melakukan amal-amal salih tapi tidak sabar maka bisa jadi dia akan berhenti dan lebih memilih mencari kesenangan dunia yang sementara. Demikian pula halnya, orang yang capek-capek berdakwah bahkan sudah mengorbankan banyak harta dan pikiran, kalau dia tidak berbekal dengan kesabaran maka dia akan meninggalkan jalan dakwah dan berputus asa dari janji Allah.
Untuk bisa bersabar, seorang hamba senantiasa membutuhkan taufik dan bimbingan Allah ta’ala. Untuk bisa bersabar, seorang muslim harus menempa jiwa dan menggembleng hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Memang sabar itu pahit -seperti dikatakan oleh sebagian orang- akan tetapi buahnya jauh lebih manis dan lebih lezat daripada madu. Tidaklah para penduduk surga mendapatkan kenikmatan tiada tara di surga melainkan karena kesabaran mereka dan -terutama- dengan karunia Allah tentu saja.
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, “Sabar bagi iman laksana kepala bagi badan. Tidak ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran.”
Mengenal Islam Lebih Cermat
Para pemuda Islam yang dimuliakan Allah, berbicara soal isu ‘rohis sarang teroris’ tentu tidak bisa dilepaskan dari pengertian dan konsep tentang Islam itu sendiri. Jangan-jangan selama ini pemahaman dan gambaran kita tentang hakikat Islam tidak lurus, atau jangan-jangan apa yang kita pahami tentang Islam justru melenceng dari ajaran yang semestinya. Kita menyangka, bahwa pemahaman kita tentang Islam sudah benar namun kenyataannya mungkin justru bertolak-belakang?! Wah, gawat juga bukan…
Untuk itu marilah kita cermati firman-firman Allah, sabda Nabi, dan juga penjelasan para ulama seputar masalah yang sangat-sangat urgen ini. Masa’ aktifis Islam tidak kenal hakikat, konsep, dan prinsip-prinsip Islam?
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara; syahadat/persaksian bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.” (HR. Muslim)
Para ulama kita menjelaskan, bahwa hakikat atau konsep pokok ajaran Islam adalah; ‘Kepasrahan kepada Allah dengan mengamalkan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan menjalankan ketaatan, serta berlepas diri dari syirik dan pelaku-pelakunya’.
Dari sini, kita bisa mengenal bahwa mendakwahkan Islam tidak bisa dipisahkan dari mendakwahkan tauhid; karena tauhid adalah pilar utama ajaran Islam. Oleh sebab itu, ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,
“Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka yaitu supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari)
Namun perlu diingat dan layak untuk digarisbawahi, tauhid bukan semata-mata pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemelihara dan penguasa serta pengatur alam semesta, tidak cukup itu!! Sebagaimana pula harus dicamkan bahwa merealisasikan tauhid tidak sebatas menerapkan hukum Islam kepada pencuri dan pezina; sementara penjaja kemusyrikan dan kerancuan akidah dibiarkan bebas begitu saja. Sebagaimana juga harus ditegaskan bahwa menjunjung tinggi tauhid bukan berarti menelantarkan pembinaan akhlak dan adab serta meremehkan dosa-dosa!!
Sobat muda yang dirahmati Allah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu pun termasuk salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sembahlah Allah saja dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisaa’: 36)
Mungkin itu dulu yang bisa kita bahas pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi kita dan memberikan pencerahan untuk segenap generasi muda. Wabillahit taufiq.
0 komentar:
Post a Comment