dakwatuna.com - Tidak ada definisi yang detail dan komprehensif tentang arti “pemuda”, karena definisi tersebut berkembang sesuai dengan zamannya dan siapapun berhak mendefinisikannya sesuai versi masing-masing. Namun secara umum, pemuda dikenal sebagai insan manusia dengan semangat menggelora, hati dan pikiran yang masih bersih dari racun kepentingan serta seseorang yang pada umumnya memiliki fisik yang kuat.
Pemuda adalah salah satu anak zamannya dan dari sekian anak zaman yang ada, mereka pulalah yang menjadi anak emas sebuah peradaban, terlepas apakah peradaban itu pada puncak kegemilangannya atau peradaban tersebut berada pada ceruk terdalam jurang keterpurukannya.
Selain itu peran yang tidak kalah pentingnya keberadaan pemuda bagi peradaban adalah bahwa mereka para pemuda adalah sekelompok manusia yang memang telah dipersiapkan dan menyiapkan diri sebagai pewaris sebuah peradaban. Pemuda adalah penyokong penting bagi adanya sebuah peradaban, merekalah anasir yang mendorong menggeliatnya sebuah peradaban.
Kita saksikan contoh bagaimana kemudian peradaban Islam muncul menggantikan peradaban sebelumnya, dalam setiap fase kegemilangan zamannya selalu menghadirkan sosok muda yang menjadi motornya. Pada fase awal kebangkitannya, peradaban Islam, banyak disokong oleh para sahabat muda di mana Ali bin Abi Thalib sebagai lokomotifnya.
Pada fase penaklukan muncul Usamah bin Zaid yang pada usia 20 tahun menjadi panglima perang memimpin ribuan pasukan termasuk para sahabat senior sekelas Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian fase setelahnya pada era penaklukan muncul Thariq bin Ziyad yang pada usia 30 tahun memimpin pasukan muslim menaklukkan Andalusia.
Pada fase zaman tabi’it tabiin muncul Umar bin Abdul Aziz, sosok muda yang berhasil dalam memimpin di masanya, Ia mampu merubah tradisi Daulat Bani Umayyah yang rendah yang telah berlalu selama 60 tahun, menjadi masa pemerintahan yang indah, baik, adil, dan sejahtera yang mirip dengan masa Rasulullah Saw. Selanjutnya banyak bermunculan deretan tokoh muda muslim dalam berbagai bidang dalam catatan sejarah Islam yang menyokong peradabannya yang gilang gemilang sekelas Ibnu Sina yang menjadi dokter pribadi Khalifah pada usia 17 tahun dan tokoh lainnya.
Sekarang kita paparkan contoh terdekat tentang bagaimana peradaban nusantara dibangun, tentang siapakah kemudian penopang di belakangnya.
Ketika bicara tentang peradaban nusantara, tak elok bila kita meniadakan peran Gajah Mada, seorang maha patih kerajaan Majapahit yang fenomenal dengan ikrar Sumpah Palapa-nya dan telah didaulat oleh para ahli sejarah sebagai pemimpin yang telah berhasil menyatukan nusantara. Gajah Mada pada usia 19 tahun menjadi komandan pasukan elit keamanan istana dan kemudian menjadi Patih di Keresidenan Kediri serta puncaknya di usia 34 tahun menjadi Maha Patih Kerajaan Majapahit, saat pelantikan di usia 34 tahun itulah Gajah Mada berikrar untuk menyatukan nusantara dalam ikrar Sumpah Palapa.
Kita melangkah ke zaman setelahnya di era abad 19 ketika nusantara ini berusaha meraih identitasnya sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, di tahun 1928 sekelompok pemuda dari seluruh penjuru nusantara kembali mengulang ikrar Gajah Mada dalam format berbeda dalam sumpah yang umum dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Pada momentum inilah kemudian semangat persatuan dalam bingkai kebangsaan kembali ditiupkan ruhnya oleh para pemuda dari seluruh penjuru nusantara tersebut.
Pada fase zaman perjuangan fisik, siapa di antara kita yang tidak mengenali seorang jenderal besar yang semangat perjuangannya senantiasa abadi dalam catatan sejarah emas nusantara serta banyak menginspirasi generasi-generasi yang lahir setelahnya, dipastikan semua yang mengaku anak bangsa akan paham bahwa Jenderal Besar Soedirman-lah yang dimaksud, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa Pak Dirman menorehkan tinta emas semangat perjuangannya dalam usia yang relatif muda. Beliau telah menjadi panglima perang di usia 27 tahun dan diangkat menjadi Jenderal besar pada usia 31 tahun, rekam jejak sejarahnya sepintas mirip dengan rekam jejak Mahapatih Gajah Mada.
Sejarah modern peradaban nusantara ditandai dengan adanya kontribusi besar dari para kaum intelektual muda yang terdidik di kampus dan sekolah baik dari luar maupun dalam negeri.
Di masa perjuangannya menuju sebuah negara, muncul tokoh intelektual Soekarno dan M. Hatta, namun kemunculannya tidak lepas dari peran tokoh muda yang mendorongnya di balik layar. Selain itu momentum kemunculan dua tokoh fenomenal tersebut adalah merupakan muara dari buah perjuangan mereka berdua semenjak mudanya.
Fase-fase zaman berikutnya semakin mengukuhkan peran serta kaum intelektual muda dalam sejarah peradaban nusantara yang bertransformasi dalam sebuah negara yang berdaulat Republik Indonesia, sebut saja eksponen mahasiswa angkatan 66 yang berhasil menumbangkan kekuasaan orde lama, kemudian eksponen mahasiswa angkatan 74 yang dikenal dengan peristiwa Malari yang muncul mengemuka dalam rangka mengoreksi kebijakan penguasa.
Serta yang terakhir adalah eksponen mahasiswa angkatan 98 yang berhasil menumbangkan kekuasaan orde baru, namun saya yakin peristiwa sejarah yang dikenang dengan sebutan era Reformasi akan terus berlanjut dengan letupan-letupan sejarah lainnya yang dimotori oleh peran serta pemuda.
Bahkan menurut seorang Ahmad Heryawan, para futurolog memprediksi bahwa akan tiba gilirannya kebangkitan peradaban melayu yang akan bermula dari letupan sejarah di Indonesia, pernyataan itu bukan tanpa bukti karena berkaca kepada peristiwa Reformasi yang berdampak meluas di seluruh kawasan, sekarang tinggal bagaimana kita kemudian yang mengaku eksponen muda mengambil peran sejarah kita masing-masing.
Siapkah kita mengambil peran sejarah itu…??
Oleh Abdullah Taqi Hamami
0 komentar:
Post a Comment