dakwatuna.com – Bunglon, hewan yang sudah tidak asing lagi bukan? Keunikannya melindungi diri dari pemangsa dengan cara merubah warna sesuai dengan tempat yang dia tempati. Ketika berada di batang pohon coklat, maka kulitnya akan berubah menjadi coklat, begitupun saat berada di daun yang hijau, maka bunglon akan menjadi hijau.
Belajar dari bunglon adalah rumus ampuh untuk menakluki semua tantangan dakwah yang ada. Tantangan dakwah di zaman modern ini yaitu adanya kaum Yahudi yang tidak sedikit menjamah media, baik media maya, perfilman, perekonomian. Hampir seluruh ranah dikuasai oleh Yahudi. Tidak begitu terlihat, tetapi memberikan efek dahsyat.
- Ada 60.000 buku dalam 150 tahun, yang diterbitkan untuk menghina Rasulullah Saw, tapi sedikit media kita melawannya.
- Injil telah diterjemahkan dalam 2032 bahasa yang berbeda di seluruh dunia (1997), sedangkan Al-Qur’an cuma diterjemahkan dalam 100 bahasa saja.
- Dengan itu Kristen mampu menguasai 80% agama di dunia.
- Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pertama kali justru oleh Missionaris.
- Majalah Missionaris (Plain Truth) ditujukan untuk non-Kristen dan dibagikan gratis di seluruh dunia.
- Media-media skala dunia dikuasai oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.[1]
Bunglon yang dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan, patut kita tiru dalam kehidupan menyampaikan kalam Allah. Tidak harus menjadi seorang jurnalis, editor, pejabat atau pekerjaan strategis lainnya, tidak harus menjadi orang hebat kemudian berdakwah. Sebuah paradigma yang harus di hapus mulai saat ini.
Menjadi diri sendiri dalam proses pembelajaran sambil berdakwah bisa kita lakukan. Seperti bunglon, kapanpun, bagaimanapun, dan di manapun hewan itu akan cepat beradaptasi. Maka, kita bisa berguru dengan tingkah hewan unik tersebut. Berada di zaman modern, tidak lagi membuat diri terkungkung akan ketakutan, lawan saja semua tantangan.
Kapanpun.
Dakwah ini akan terus memberikan kesegaran setiap saat, bagaimana kita mengolahnya dengan baik. Meracik ilmu kemudian menyampaikan dengan halus dan baik. Tidak harus menunggu kegiatan-kegiatan besar, misalkan khutbah, ceramah, atau diundang sebagai pemateri. Tanpa kegiatan besar tersebut kita masih bisa berdakwah, melihat ada teman yang membuang sampah sembarangan kemudian kita menegurnya, bukankah itu sebuah dakwah?
Di manapun
Menunggu menjadi pemateri kemudian menyampaikan ilmu di mimbar, panggung atau tempat megah lainnya, bukan saatnya lagi seperti itu. Jika menunggu ingin dakwah di tempat yang megah, maka kehidupan dunia ini akan kering kerontang kehausan ilmu. Dalam setiap langkah kita bisa menjadikan itu sebagai moment kita untuk berdakwah, ketika ada sahabat yang minum sambil berdiri di kelas, ada kawan yang makan menggunakan tangan kiri, akankah diam menunggu panggilan seseorang untuk berdakwah di mimbar? Tentu tidak.
Bagaimanapun
Dakwah itu adalah jalanan penuh rintangan, banyaknya jalan penuh kerikil. Tidak mulus seperti jalan tol. Ketika berdakwah tentu akan manis juga pahitnya akan kita rasakan. Bagaimanapun yang nanti kita dapatkan, kita harus sudah siap dengan segalanya. Cacian, hinaan, dan masih banyak lagi. Di situlah ujian peningkatan iman kita. Maka, tersenyumlah karena ujian dalam dakwah adalah wujud cinta Allah terhadap kita. Berikut firman Allah dalam surah Ash Shaff: 8
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”.
Rasulullah SAW bersabda “Ballighuu annii walau aayah” yang memiliki arti sampaikanlah walau satu ayat. Hadits tersebut menunjukkan bahwa semua orang berpeluang untuk berdakwah, bahkan bagi mereka yang baru mengenal Islam. Meniru bunglon yang bertingkah kapanpun, di manapun, dan bagaimanapun, membuat dakwah menjadi lebih indah.
Pemuda Islam Lebih Hebat dari Sang Bunglon
Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu ‘anhu-, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya di mana dia habiskan, tentang masa mudanya di mana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan ke mana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmidzi)[2]
Sesuai dengan hadits di atas, menunjukkan bahwa nikmat terbesar adalah masa muda. Karena kita tidak akan melalui masa muda kembali. Pemuda Islam tentunya menjadi harapan besar dalam stir kemajuan dakwah saat ini. Konsep bunglon “kapanpun, di manapun dan bagaimanapun” tidak akan terlaksana dengan hebat tanpa adanya kekuatan dari pemuda.
“Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Jika kau beri aku satu pemuda, niscaya akan ku guncang dunia”[3]. Sungguh bangga kaum pemuda, Soekarno ikut serta mengagungkan kekuatan pemuda. Lantas berdiam diri sajakah? Tentunya ada rasa malu, ketika Islam memuji, Soekarno juga memuji, tapi pemuda hanya berdiam diri, sibuk oleh gadget terbarunya sambil menikmati empuknya kasur. Akankah pemuda Islam seperti itu?
Berikut adalah karakteristik yang harus dimiliki oleh pemuda:
1. Memiliki keberanian (syaja’ah) alam menyatakan yang benar itu benar dan yang batil itu batil, lalu ia siap menanggung risiko ketika mempertahankan keyakinannya. Contohnya adalah pemuda Ibrahim yang menghancurkan berhala-berhala kecil, lalu menggantungkan kapaknya di leher berhala yang besar untuk memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa menyembah berhala itu sama sekali tidak bermanfaat. Kisah keberanian Ibrahim di kisahkan dalam al Quran surat al-Anbiya: 56-70.
2. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (curiosity) untuk mencari dan menemukan kebenaran atas dasar ilmu pengetahuan dan keyakinan. Artinya, tidak pernah berhenti dari belajar dan menuntut ilmu pengetahuan (QS. al Baqarah: 260).
3. Selalu berusaha dan berupaya untuk berkelompok dalam bingkai keyakinan dan kekuatan aqidah yang lurus, seperti pemuda Ashabul Kahfi yang dikisahkan dalam al Quran Surat Al Kahfi: 13-25. Jadi berkelompok bukan untuk berhuru-hara atau sesuatu yang tidak bermanfaat.
4. Selalu berusaha untuk menjaga akhlaq dan kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusila. Seperti kisah Nabi Yusuf AS (QS. Yusuf: 22-24).
5. Memiliki etos kerja dan etos usaha yang tinggi serta tidak pernah menyerah pada rintangan dan hambatan. Hal itu dicontohkan pemuda Muhammad yang menjadikan tantangan sebagai peluang hingga ia menjadi pemuda yang bergelar al-amin (terpercaya) dari masyarakat.[4]
Pemuda adalah mesin kehidupan, di mana pemuda akan menjadi pemimpin masa depan. Menjadi pribadi yang lebih baik ketika tidak sekadar menggunakan konsep bunglon, tetapi dilengkapi dengan lima hal tersebut, akan memudahkan dakwah di zaman sekarang, terutama media.
Catatan Kaki:
[1] Aditya Abdurrahman ST.M.Med,Kom, materi dalam FSLDK
[2] http://al-atsariyyah.com/pemuda-dalam-islam.html
[3] Buku Belajar Merawat Indonesia hai:14
[4] http://www.usahamaju.com/2010/10/29/karakteristik-sosok-pemuda-ideal-dalam-al-quran-al-hadits/
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/11/25/42643/meniru-bunglon-rumus-ampuh-dalam-zaman-penuh-tantangan/#ixzz2ldykNegw
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
0 komentar:
Post a Comment