Hidup atau Mati?
Para ulama berselisih pendapat, manakah yang lebih utama antara mengangankan kematian karena rindu untuk berjumpa dengan-Nya, ataukah berharap terus hidup supaya dapat terus mentaati Allāh?
Hadiṡ-hadiṡ yang ṣahih menunjukkan bahwasanya bertambahnya usia seorang mukmin akan menambah kebaikannya di sisi Allāh. Maka tidak sepatutnya seorang muslim mengharapkan ketaatannya kepada Allāh terputus karena kematian yang ia harapkan. Tetapi dikecualikan jika ia takut agamanya terancam sehingga kehilangan kebaikan di sisi Allāh, maka kematian lebih baik baginya di saat ini.
Maimun bin Mihrān mengatakan,
“Tidak ada kebaikan dalam hidup kecuali bagi orang yang senang bertaubat atau orang yang senang beramal mencari kedudukan yang tinggi di sisi Allāh”
Malu Jika Tiada Peningkatan
Sebagian ulama mengatakan,
“Orang-orang yang jujur keimanannya akan merasa malu kepada Allāh jika keadaan mereka hari ini sama saja seperti hari kemarin”
Mereka tidak riḍa jika tidak ada peningkatan amal di hari yang sedang mereka lalui. Mereka malu dari hal tersebut dan menganggap itu adalah sebuah kerugian.
أليس من الخسران أن لياليا … تمر بلا نفع وتحسب من عمري
Bukankah termasuk kerugian jika malam-malam berlalu tanpa manfaat…
Padahal ia adalah bagian dari umurku…
Seorang mukmin adalah orang yang bertambah kebaikannya seiring bertambahnya usianya.
Maka seorang mukmin yang menegakkan sendi-sendi keimanan akan bertambah kebaikannya seiring dengan bertambahnya usianya. Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah berdo’a,
اللهم اجعل الحياة زيادة لي في كل خير والموت راحة لي من كل شر
“Ya Allāh, jadikanlah hidupku sebagai tambahan kebaikan untukku. Dan jadikanlah kematian sebagai waktuku untuk istirahat dari berbagai keburukan”
(HR. Muslim)
Nabi juga pernah ditanya, “Siapakah orang yang terbaik?”. Beliau menjawab,
من طال عمره وحسن عمله
“Orang yang panjang umurnya dan bagus amalannya”
Beliau ditanya lagi, “Kalau yang terburuk?”. Beliau jawab,
من طال عمره وساء عمله
“Orang yang panjang umurnya tapi jelek amalannya”
(HR. Tirmiżi no. 2330, beliau mengatakan, ‘hadiṡ hasan ṣahih’)
Semangat Memberikan yang Terbaik dalam Hidup
Pernah dikatakan kepada salah seorang ulama salaf, “Kematian itu indah”.
Beliau menyanggah, “Jangan katakan itu! Sungguh, sesaat saja engkau hidup lalu kau gunakan untuk beristighfar kepada Allāh itu lebih baik bagimu daripada engkau harus mati”.
Pernah juga seseorang yang sudah tua ditanya, “Masih adakah yang kau sukai dalam hidup?”
Beliau menjawab, “Menangisi dosa-dosa”.
Tangis Penyesalan Para Salaf
Oleh karena itu, para salaf sangat menyesal karena terputusnya kesempatan mereka untuk beramal ketika tiba kematian.
Yazīd Ar Riqāsyi menangis di akhir hayatnya seraya mengatakan,
“Aku menangis karena tidak bisa lagi ṣalat di malam hari dan berpuasa di siang hari. Siapakah yang ṣalat untukmu wahai Yazīd setelah kematianmu? Siapakah yang berpuasa dan beramal ṣalih untukmu? Siapakah yang mau bertaubat untukmu atas dosa-dosamu di masa lalu?”
Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من ميت مات إلا ندم: إن كان محسنا ندم أن لا يكون ازداد وإن كان مسيئا ندم أن لا يكون استعتب
“Tidak ada seorang pun yang meninggal kecuali ia pasti menyesal. Jika dahulu dia adalah orang yang baik, ia menyesal kenapa tidak beramal lebih banyak lagi. Jika dahulu dia adalah orang jahat, ia menyesal kenapa tidak bertaubat”
(HR. Tirmiżi no. 2403)
Dahulu ditemukan sebuah tulisan di atas kubur yang berisi pesan,
ندمت على ما كان مني ندامة … ومن يتبع ما تشتهي النفس يندم
ألم تعلم أن الحساب أمامكم … وأن وراءكم طالبا ليس يسأم
فخافوا لكيما تأمنوا بعد موتكم … ستلقون ربا عادلا ليس يظلم
Aku sungguh menyesali perbuatanku…
Siapa yang mengikuti keinginan jiwanya, niscaya akan menyesal…
Tidakkah kamu tahu kalau hisab sudah menunggu di depanmu…
Sedangkan di belakangmu ada yang tidak pernah bosan menguntitmu…
Maka takutlah agar kalian tidak merasa aman akan apa yang kan terjadi setelah kematian…
Kelak kalian akan menjumpai Rabb yang Maha adil dan tidak ẓalim…
Sebagian ulama salaf mengatakan,
“Tidak ada yang senilai dengan umur yang tersisa pada seorang mukmin. Ia masih punya kesempatan untuk menghapus dosa-dosanya dengan taubat dan bersungguh-sungguh beramal untuk menggapai derajat tertinggi”
Adapun orang yang tidak memanfaatkan sisa umurnya, ia adalah orang yang merugi. Terlebih jika semakin bertambahnya usia, semakin banyak tumpukan dosanya. Itulah kerugian yang nyata.
Nasihat di Penghujung Hayat
Sesungguhnya amalan seseorang itu tergantung amalan akhirnya. Barangsiapa yang memperbaiki dirinya di sisa umurnya, kan Allāh ampuni dosa-dosanya yang telah lewat. Dan barangsiapa yang berbuat jelek di sisa umurnya, dia akan dihukum karena dosa yang ia lakukan di sisa umurnya ditambah dosa yang telah ia lakukan sebelumnya.
Masruq mengatakan, “Jika usiamu sudah 40 tahun, maka waspadalah!”
An Nakha’i mengatakan, “Orang yang telah berusia 40 tahun hendaknya diberi nasihat : jagalah dirimu!”
Dahulu para salaf jika usia mereka sudah 40 tahun, mereka berkonsentrasi memperbanyak ibadah.
Al Fuḍail pernah berkata kepada seseorang, “Berapa usiamu?”
Dijawab, “60 tahun”
Lalu beliau mengatakan, “Engkau telah berjalan menuju Rabb-mu semenjak 60 tahun yang lalu. Sekarang engkau hampir sampai kepada-Nya”
Wahai orang yang bergembira dengan bertambahnya tahun-tahun kehidupan, sesungguhnya engkau telah bergembira dengan berkurangnya usiamu!
Abud Dardā dan Al Hasan Al Bashri mengatakan,
“Sesungguhnya engkau adalah hari-hari! Jika telah berlalu satu hari darimu, maka hilang juga sebagian dirimu”
Sebagian orang melantunkan sya’ir,
إنا لنفرح بالأيام نقطعها … وكل يوم مضى يدني من الأجل
فاعمل لنفسك قبل الموت مجتهدا … فإنما الربح والخسران في العمل
Sesungguhnya kita hanya bergembira dengan hari-hari yang telah dijalani…
Padahal setiap hari yang berlalu semakin mendekatkan kita dengan ajal…
Maka bersungguh-sungguhlah beramal untuk dirimu sebelum maut menjemput…
Sesungguhnya keberuntungan ataupun kerugian seseorang tergantung amalannya…
Para ahli hikmah mengatakan,
“Bagaimana mungkin seseorang yang hari-harinya menghabiskan bulannya, bulannya menghabiskan tahunnya, dan tahunnya menghabiskan umurnya, bisa bergembira terhadap dunia!? Bagaimana mungkin orang yang dituntun oleh umurnya kepada ajalnya dan hidupnya kepada mautnya, merasa gembira dengan dunia!?”
Wahai orang yang semakin bertambah usianya, bertambah pula dosanya…
Wahai orang yang rambutnya telah memutih karena berlalunya hari sementara hatinya menghitam karena dosa…شيخ كبير له ذنوب … تعجز عن حملها المطايا
قد بيضت شعره الليالي … وسودت قلبه الخطايا
Lelaki tua yang berlumuran dosa…
Yang dosanya tidak kuat dipikul oleh tunggangannya…
Sungguh, malam-malam telah memutihkan rambutnya…
Tapi dosa-dosa telah menghitamkan hatinya…
Wahai jiwa yang terperangkap dalam kelalaian tahun demi tahun…
Wahai jiwa yang tenggelam dalam dosa masa demi masa…
Wahai jiwa yang telah mendengarkan ayat-ayat dan surat-surat Al Qur’an tapi tidak bisa mengambil manfaat darinya…فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Sesungguhnya bukanlah mata yang tidak bisa melihat. Tetapi hati yang ada dalam dada itulah yang telah buta”
(QS. Al Hajj : 46)وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُوراً فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
“Barangsiapa yang tidak diberikan cahaya oleh Allāh, maka dia tidak akan memiliki cahaya”
(QS. An Nūr : 40)
Allāhumma aṣlih lanā dīnanā allaẓi huwa ‘iṣmatu amrinā, wa aṣlih lanā dunyānā allatī fīhā ma’āsyunā, wa aṣlih lanā ākhiratanā allatī fīhā ma’ādunā, waj’alil hayāta ziyādatan lanā fī kulli khairin, wal mauta rāhatan lanā min kulli syarrin.
(Disarikan dari Laṭā-if Al Ma’ārif, bab Waẓā-ifu Syahri Żilhijjah, Al Majlis Ar Rābi’ : fī ẓikri khitāmi-l ‘ām, Imam Ibnu Rajab Al Hanbali, dār Ibn Kaṡir. Tahqiq : Yāsīn Muhammad As Sawās)
0 komentar:
Post a Comment