Searching...
Select a Page
Wednesday

pemuda3

Bismillahi Allahu Akbar.

Apalah artinya suatu masyarakat, tanpa peranan para pemuda? Bagaimana agama akan tegak berdiri menatap segala tantangan, tanpa peranan pemuda? Mungkinkah Islam akan sampai ke hadapan kita, tanpa peranan pemuda? Betapa besar posisi para pemuda dalam kebangkitan. Tidak ada khilaf lagi.

Kalau ingin melihat masa depan sebuah masyarakat; kalau mau melihat masa depan sebuah bangsa; kalau mau menyaksikan eksistensi agama di masa nanti; kalau mau menyaksikan kemegahan sebuah peradaban; lihatlah semua itu dengan parameter keadaan para pemuda di hari ini. Bagaimana keadaan mereka? tanMenggembirakankah atau sangat mengecewakan?

Pemuda memiliki sifat istimewa dibandingkan generasi-generasi lainnya, yaitu MILITANSI-nya. Mereka bersemangat besar dalam beramal; mereka memiliki fitrah bersih untuk menolong kebenaran dan membela keadilan; mereka memiliki kekuatan berkorban, tanpa pamrih; mereka memiliki ketulusan hati, tidak dikotori oleh kepentingan-kepentingan sempit, baik uang, wanita, atau kekuasaan. Justru, sifat-sifat baik inilah yang selalu dilekatkan kepada para pemuda. Mereka disebut pemuda karena memiliki militansi tinggi, rasa pengorbanan kuat, optimisme menyala-nyala, serta ruh kebangkitan mengharukan.

Militansi tidak identik dengan aksi-aksi serangan bom disana-sini, atas nama jihad melawan Amerika. Militansi juga tidak selalu diterjemahkan sebagai kemampuan konflik, terlibat battle, sampai berdarah-darah. Militansi adalah kesiapan diri bekerja dan berkorban membela kebenaran yang diyakini. Militansi dalam Islam bisa dimaknai sebagai MUJAHADAH.

Contoh amal-amal yang mencerminkan militansi seorang Muslim, misalnya:

  • Datang ke Masjid untuk mengajar Al Qur’an kepada anak-anak, meskipun jarak cukup jauh, meskipun hari sedang hujan, meskipun saat tiba di Masjid tidak ada satu pun anak yang dijumpainya.
  • Pulang dari Masjid sambil telanjang kaki, karena sandal yang dipakainya diambil orang, dengan tidak ada niatan dalam hati untuk mengambil sandal orang lain.
  • Menyerahkan sisa uang di tangan untuk orang lain yang sangat membutuhkan, meskipun dirinya sendiri juga membutuhkan.
  • Tidak malu berjualan kalender di pinggir jalan raya, untuk mengumpulkan dana bagi rumah perlindungan anak yatim.
  • Mengendarai motor dalam keadaan hujan deras, demi meyampaikan bulletin ke tangan pembaca, sesuai jadwal terbitnya.
  • Menempuh perjalanan berkilo-kilo meter sambil jalan kaki, untuk menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat.
  • Menyelesaikan tugas yang diamanahkan, meskipun harus bergadang sepanjang malam, sambil tubuh terhuyung-huyung menahan kantuk.
  • Menepati janji, mengingat-ingat janji, sekalipun untuk hal-hal yang kecil.
  • Tekun dan sabar menjalankan tugas yang berulang-ulang, meskipun hanya berupa menyapu lantai Masjid setiap sore hari. (Bukan kecilnya pekerjaan yang dilihat, tetapi konsistensinya mengerjakan tugas itu).
  • Menolak pekerjaan yang mengkhianati Ummat. Atau menolak menerima suap, meskipun resikonya harus keluar meninggalkan pekerjaan.
  • Berani meninggalkan penghasilan besar, demi terjun dalam urusan-urusan pelayanan Ummat. Dan tidak menangisi hilangnya penghasilan itu, ketika suatu hari hidupnya terpuruk dalam kesulitan.
  • Bersikap solider kepada sahabat. Tidak menciderai hak-hak sahabat, menolongnya dalam kesusahan, menemaninya dalam keterasingan, menghiburnya dalam kesedihan. Berani mengakhirkan kepentingan diri demi kebaikan sahabat.
  • Berani melindungi kehormatan Islam, ketika ada yang terang-terangan meghina simbol-simbol syi’ar Islam.
  • Mengorbankan uang yang dimiliki untuk kepentingan Islam, dengan tidak mengingat-ingat kembali pengorbanan itu.
  • Teguh menjaga amanah-amanah Ummat, sekalipun mengalami berbagai kesulitan dalam menjaga amanah tersebut.
  • Membela hak hidup seorang Muslim yang terancam bahaya, meskipun jiwanya sendiri terancam.
  • Menjaga kehormatan wanita, tidak menghinakannya, meskipun dengan cara-cara yang diminta sendiri oleh wanita itu.
  • Berani membela orang-orang yang terzhalimi, sekalipun berhadapan dengan jaringan “mafia” yang memiliki kekuatan besar.
  • Menghormati kaum tua, bersikap sopan kepada mereka, tidak merendahkan mereka, meskipun dirinya di atas kebenaran. (Kecuali kepada kaum tua yang telah terkenal kezhaliman dan kesesatannya).
  • Jelas dalam meyakini suatu pendapat, terbuka dalam berdiskusi, berani mengakui kesalahan diri, serta tidak menzhalimi orang-orang lemah.

Al Qur’an menggambarkan militansi seorang pemuda, yaitu Nabi Yahya عليه السّلا م. Beliau tidak gentar menghadapi para tiran, meskipun resikonya adalah kematian. Beliau lembut hati, sehingga dicintai para makhluk, termasuk binatang-binatang. Begitu juga dengan pemuda-pemuda Al Kahfi. Mereka adalah orang-orang terpandang di kaumnya, namun rela meninggalkan gemerlap kehidupan demi membela keyakinan. Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Mush’ab, Sa’ad, dll.رضي الله عنهم    adalah para pemuda Mukmin yang tangguh di awal Islam. Mereka menjadi pilar kebangkitan agama ini.

Teringat ungkapan heroik dari seorang tokoh dakwah di Mesir. Beliau rahimahullah pernah mengatakan, “Datangkan kepadaku 5 orang pemuda Islam yang tangguh, maka dengan mereka aku akan menaklukkan dunia!”

Namun Saudaraku… Namun saat memandang realitas masa kini, kita seperti terpana. Kita seperti memandang sesuatu yang menakjubkan.

Saat menyaksikan wajah pemuda-pemuda Islam jaman sekarang, seketika hati kita diliputi berbagai kesedihan. Dada bergemuruh menahan beban kecemasan besar. Lisan pun tak henti-hentinya mengucapkan…astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah al ‘Azhim.

Ya Allah ya Rabbi, harapan kepada para pemuda itu begitu tingginya, tetapi kehidupan mereka sangat jauh. Mereka bukan hanya tidak mengenal kata militansi; bahkan mereka telah menjadi bagian terbesar dari budaya hedonisme yang merajalela saat ini. (Di dunia hedonisme, tidak dikenal istilah Tuhan. Tuhan mereka adalah kesenangan itu sendiri). Para pemuda telah memindahkan kata militansi dari kamus perjuangan dipindah ke kamus budaya permissif. Mereka ridha menjadi hamba hedonisme. Mereka rela menjadi sekrup-skrup mesin Kapitalisme, dengan segala loyalitas dan kemampuan yang dimiliki. Allahu Akbar!!!

Pemuda-pemuda hari ini bertingkah sangat mengecewakan. Mereka berbangga dengan bedak, lotion, cream, SPA, dan perawatan salon. Dari kaki sampai ujung rambut, mereka senang memamerkan merk-merk terkenal. Tubuhnya selalu wangi, berbangga dengan bilangan jumlah mandi setiap setiap hari. Mereka muntah mencium aroma keringat dari medan perjuangan. Mereka mengejek pakaian sederhana, meremehkan sandal jepit, membuang muka dari rambut kusut. Justru para pemuda itu menjadikan para banci sebagai idola. Takut melihat ular. Selalu mencari aman. Tidak mau menetes keringatnya, karena takut kehilangan “kecantikan”.

Potret Pemuda Masa Kini. Sebagian Besar Muslim.

Pemuda di hari ini menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan yang tidak jelas. Di setiap sakunya ada HP, dengan merk berbeda-beda. Sangat hobi berfoto-foto, untuk menampakkan kegenitan diri. Tiada hari tanpa SMS romantis; tiada hari tanpa “taushiyah” berujung cinta; tiada hari tanpa meng-up date status di facebook; tiada hari tanpa diskusi sia-sia di forum internet (diskusi tanpa hasil, tanpa perubahan); tiada hari tanpa menghabiskan umur percuma.

Saat pagi mereka bangun, komik, novel romantis, dan majalah life style sudah menanti. Saat Dhuha sebelum keluar rumah, mereka berpantas-pantas diri di depan cermin, lebih satu jam. Saat siang bertemu kawan-kawan, segala obrolan tentang kesenangan dan menghabiskan umur, habis mereka telan. Saat sore, ketika mulai lelah, mereka buka media-media pornografi. Saat petang menjelang malam, nongkorng di kafe-kafe. Saat malam telah sempurna, mereka berduyun-duyun mendatangi arena-arena konser musik. Saat merebahkan badan di tempat tidur, mereka berfantasi hal-hal yang mesum. Ketika pagi bangun kembali, mereka siap mengulang-ulang “ibadah hedonisme” seperti itu.

Pemuda hari ini rupanya akan segera meniti jejak pemuda-pemuda sebelumnya. Mereka hidup, berjalan-jalan kesana-kemari sebagai raga tanpa jiwa, sebagai diri tanpa missi, sebagai hidup tanpa karya. Mereka hendak meniti sunnah orang-orang hina, menjalani hidup sekedar menghabiskan umur. Pembicaraan manusia seperti itu tidak lepas dari 3 urusan saja: cari uang, makan-minum, dan bersenang-senang. Dirinya dianugerahi kebaikan yang luas, tetapi disia-siakan. Masya Allah.

Pemuda hari ini bukanlah pemuda yang memiliki missi besar, yang berpandangan jauh ke depan, yang bertanggung-jawab memikul amanah peradaban Islam, yang siap meletakkan hidupnya sebagai sebuah bata di antara ribuan bata konstruksi kehidupan Islami. Pemuda hari ini bukanlah mereka yang berjalan meniti lintasan perjuangan para pendahulu Salaf yang shaleh. Mereka justru terkurung dalam penjara-penjara budaya syahwat yang diciptakan Yahudi. Mereka terpenjara dalam lautan hedonisme yang melemahkan iman dan merusak moral.

Keadaan yang lebih ironis, di antara pemuda itu ada yang “menghedonisasi” (terinspirasi dari istilah “kriminalisasi”) simbol-simbol perjuangan. Mereka berteriak tentang jihad, mengupas syiar peperangan, meng-capture aksi para mujahidin, membawa simbol-simbol para martir, dll. Tetapi semua itu sekedar kendaraan untuk bersenang-senang, sekedar alat untuk menghabiskan umur. Atau sekedar simbol untuk meraih gengsi tertentu di mata manusia yang lain. Adapun nilai perjuangan mereka sendiri, hampir tidak ada. Maklum, sebagian besar amal mereka geluti hanyalah having funs (bersenang-senang) atas nama kemuliaan para mujahidin.

Dalam kesepian jiwanya, di pojok kehampaan hidupnya, para pemuda itu bersenandung, “Ya, aku suka berjuang, aku militan, aku pembela keadilan. Tetapi aku lebih suka berjuang bersama akhwat, misalnya melalui SMS, chatting, e-mail, diskusi di internet, atau rapat bersama mereka sampai larut malam. Aku lebih enjoy berjihad bersama akhwat. Mereka memicu semangatku, membuatku termotivasi belajar, untuk mengejar nilai tinggi, serta mempersiapkan karier yang cemerlang. Inilah inti perjuanganku, inilah jihadku, demi mencapai Ridha Allah, demi fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah, waqina adzaban naar. Ya Allah ya Rabbi, semoga nanti karierku bagus, moga-moga bisa jadi anggota dewan, atau dipanggil jadi Menteri, buat membahagiakan ayah-ibuku, kakak-adikku, tante-tanteku. Jadi idola para akhwat, so pasti. Ya Allah ya Rasulullah, amin, amin, amin. Akhirnya, mari bersama-sama kita membaca Al Fatihah: ‘Audzubillah…”

Ngenes, ngenes, ngenes sekali… Sejauh itukah keadaan para pemuda kita? Hanya kepada Allah kita berharap karunia dan menyandarkan  pertolongan.

Betapa sulit saat ini mencari pemuda Islam yang militan. Kebanyakan pemuda telah terkurung dalam penjara-penjara hedonisme yang diciptakan Yahudi, baik mereka sadari atau tidak. Yahudi sangat mengenal tabiat mereka, meneliti relung-relung kepribadiannya sampai sedemikian mendalam. Kemudian Yahudi sukses menciptakan segala macam mainan (games) untuk menyibukkan pemuda-pemuda itu. Tanpa disadari, Yahudi laknatullah menggiring para pemuda itu dalam keadaan tangan dan kakinya diborgol, lehernya terikat, kepalanya diber nomer, mereke berjalan tertunduk lesu; menuju liang-liang penjara kehidupan. Dalam keseharian, para pemuda itu tampak hidup bebas lepas, tanpa kendali. Padahal sebenarnya jiwa mereka terkurung oleh penjara-penjara maya (invisible jails).

Selagi para pemuda itu tidak mau keluar dari dunia hedonismenya… Selagi mereka terus menghabiskan umur percuma… Selagi mereka tidak menyadari life style yang diciptakan Yahudi… Selagi mereka anti militansi untuk membela Islam… Selagi mereka menjalani hidup sebagai manusia-manusia tanpa jiwa… Maka akibatnya, suramlah masa depan Islam, suram nasib kehidupan manusia, bahkan suram juga masa depan mereka sendiri.

Tulisan ini sengaja ditulis, sebagai “BOM” untuk meledakkan penjara-penjara maya yang mencengkram akal para pemuda Islam. Mohon dimaafkan bila ada kalimat-kalimat yang tidak berkenan di hati. إن أريد إلا ألصلح ما إستطعت (tidaklah yang aku kehendaki melainkan melakukan perbaikan, sekuat kesanggupanku).

Bukan hanya Islam yang membutuhkan militansi para pemudanya. Ideologi apapun juga membutuhkan militansi pemuda, agar tetap eksis. Bahkan Yahudi bisa “mencengkram dunia”, juga karena militansi. Maka bangkitkan militansimu, untuk membela agamamu! Saat ini, atau tidak sama sekali!

Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin, wallahu A’lam bisshawaab.

AMW.

*http://abisyakir.wordpress.com/

0 komentar:

Post a Comment

« »
Get widget