Searching...
Select a Page
Friday

timthumb.php

Udah bulan Zulhijjah aja ya?! Di bulan ini bertabur begitu banyak kebaikan. Terutama di 10  hari pertama. Selain itu ada juga kebaikan Idul Qurban dan Al-Haj ke Tanah Suci. Gak heran di bulan ini menjadi bulan raya terbesar setelah Ramadhan. Labbaikallhumma Labbaik..!

Sudah pernah ke tanah suci? Kalau belum semoga undangan dari Allah disegerakan datangnya. Karena di tanah suci, di bulan suci Bulan Zulhijjah seluruh umat islam dari penjuru dunia menunaikan sebuah ibadah kolosal yang dinamakan Haji dan mengumandangkan satu kalimat akbar :

“Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. Laa syarika laka.”

10 Hari pertama Zulhijjah

Buat bro and sis yang hafal Surat Al-Fajr, tentu tahu maksud dibalik kata “Demi malam yang sepuluh” pada ayat keduanya bukan? Ya, itulah 10 malam di bulan zulhijjah yang memiliki keutamaan yang besar.

“ Demi fajar. Dan malam yang sepuluh.  Demi genap, demi ganjil. Dan malam apabila ia berlalu.” (Q.S. Al Fajr: 1-4)

Dalam 4 ayat ini Allah bersumpah dengan 4 nama waktu.

  1. Demi Fajar. Fajar di sini artinya sepertiga malam terakhir sebelum adzan shubuh berkumandang.
  2. Malam yang sepuluh. Inilah yang dimaksud 10 malam di bulan Zulhijjah. Di 10 malam ini disunahkan berbagai amal sholeh yang nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan malam – malam lainnya.
  3. Demi genap, demi ganjil. Tafsir ayat ini macem – macem. Buya Hamka aja dari tafsir Al-Azhar mengatakan seperti ini :
  4. Segala perhitungan terdiri daripada genap dan ganjil. Yang ganjil dicukupkan oleh yang genap. Mujahid mengatakan: “Segala makhluk yang dijadikan Allah ini adalah genap; Ada darat ada laut. Ada jin ada manusia. Ada matahari ada bulan. Ada kufur ada iman. Ada bahagia ada sengsara. Ada petunjuk ada kesesatan. Ada malam dan ada siang.

    Tafsiran dari Mujahid ini dapatlah diperluas lagi; Ada bumi ada langit. Ada permulaan ada kesudahan. Ada lahir ada batin. Ada laki-laki dan ada perempuan.

  5. Dan malam bila telah berlalu. Ini maksudnya sepertiga malam terakhir.

Kalau Allah bersumpah dengan sesuatu, makanya sesuatu itu pasti penting. Begitupun dengan 10 hari di bulan Zulhijjah ini.

 

Amalan Sunnah Utama

Sebuah Hadits Riwayat Bukhori no. 86 dikatakan :

“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata Rasulullah SAW bersabda

“Tiada hari dimana amal shalih lebih dicintai Allah melebihi hari-hari itu, yaitu 10 hari pertama Dzulhijjah.

Sahabat bertanya:

“Ya Rasulullah tidak juga jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah?”

Rasul menjawab:

“Tidak juga dengan jihad, kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya, serta tidak kembali, gugur sebagai syahid.”

Ternyata amal shalih di 10 hari awal Zulhijjah ini sebanding dengan amal jihad Broo..!

Udah gak ada alesan lagi kita gak mengejar keutamaan ini dengan Amalan Sunnah Utama. Nah, Amalan Sunnah apa saja yang diutamakan di 10 hari ini, mimin langsung kutip dari sahabat kita http://pinturizky.wordpress.com yang sudah menjabarkannya dengan lengkap :

1. Memperbanyak Takbir, Tahlil, Tahmid

Dikutip dari HR Ahmad dan Al Baihaqi

“Dari Ibnu Umar berkata Rasulullah SAW bersabda Tiada hari-hari dimana amal shalih yang lebih utama di sisi Allah dan paling dicintaiNya melebihi 10 hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan Tahlil, Takbir, dan Tahmid.”

“Berkata Imam Al Bukhari, Ibnu Umar ra dan Abu Hurairah.

Pada hari 10 pertama Bulan Dzulhijjah, pergi ke pasar bertakbir. Dan manusia mengikuti takbir keduanya.”

2. Memperbanyak shaum sunnah. Khususnya shaum pada hari Arafah, yaitu hari ke 9 Dzulhijjah.

Dari Abu Qatadah ra berkata,

Rasulullah SAW ditanya tentang puasa Hari Arafah. Rasulullah SAW menjawab, “Menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan setahun yang akan datang.”

3. Memperbanyak amal shalih lainnya.

Meskipun tidak ada hadis yang memspesifikkan keutamaan amal shalih lainnya seperti sedekah, sholat sunnah, berdoa, dan lainnya, namun mengacu Hadis dari Ibnu Abbas di atas kita bisa berbangga hati karena amal ibadah sunnah yang lain juga akan dilipatgandakan pahalanya. :)

4. Melaksanakan Sholat Idul Adha, mendengarkan Khutbahnya dan Berqurban pada hari Nahar dan Tasyrik. Nahar itu adalah hari ke 10 Dzulhijjahnya, dan hari Tasyrik itu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

 Dari  Ummu ‘Athiyah berkata,

“Kami diperintahkan agar wanita yang bersih dan yang sedang haid keluar pada dua Hari Raya hadir menyaksikan kebaikan dan khutbah umat Islam dan orang yang sedang berhaid harus menjauhi tempat sholat.” (Muttafaq alaih)

5. Tetap melaksanakan Takbir dan berqurban di Hari Tasyrik.

Kalau di Idul Fitri, takbir hanya dikumandangkan pada malam jelang 1 Syawal hingga pelaksanaan Sholat Ied saja. Untuk Idul Adha, takbir tetap dikumandangkan hingga Hari Tasyrik berakhir.

Dan bedanya Idul Fitri dan Idul Adha juga adalah kalau Idul Fitri di subuh 1 syawalnya kita disunnahkan untuk makan dan minum sebelum Sholat Ied. Ini untuk membedakan bahwa hari itu sudah bukan Ramadhan lagi, melainkan sudah masuk 1 Syawal. Sedangkan Idul Adha, di 9 Dzulhijjah kita shaum, dan setelah subuh di 10 Dzulhijjah kita juga dalam kondisi shaum sampai selesai melaksanakan Sholat Ied, kecuali sebelum Adzan Subuh berkumandang kita masih boleh makan dan minum.

 

Hadits Dhaif Seputar Puasa di 10 hari Pertama Zulhijjah

Setidaknya ada dua penjelasan mendalam yang menguraikan dhaifnya hadis yang mensunnahkan puasa di 10 hari pertama bulan Zulhijjah. Yang pertama mimin dapet dari http://rendyasylum.wordpress.com.

Di sana dikatakan :

Benar kami temukan sekitar 5 hadis yang menunjukkan bahwa shaum di bulan Dzulhijjah itu bukan hanya shaum Arafah, namun hadis-hadis itu dhaif bahkan palsu sebagai berikut:

A. Tanggal 1 dan 9 Dzulhijjah

فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ ذِي الْحِجِّةِ وُلِدَ إِبْرَاهِيمُ : فَمَنْ صَامَ ذلِكَ اليَوْمَ كَانَ كَفَّارَةُ سِتِّينَ سَنَةً.

“Pada malam awal bulan Dzulhijah itu dilahirkan Nabi Ibrahim, maka siapa yang shaum pada siang harinya, hal itu merupakan kifarat dosa selama enam puluh tahun” (Lihat, Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 119)

Dalam riwayat lain dengan redaksi:

فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ ذِي الْحِجِّةِ وُلِدَ إِبْرَاهِيمُ : فَمَنْ صَامَ ذلِكَ اليَوْمَ كَانَ كَفَّارَةُ ثَمَانِيْنَ سَنَةً – وَفِي رِوَايَةٍ – سَبْعِيْنَ سَنَةً وَفِي تِسْعٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ أَنْزَلَ اللهُ تَوْبَةَ دَاوُدَ فَمَنْ صَامَ ذلِكَ اليَوْمَ كَانَ كَفَّارَةُ سِتِّينَ سَنَةً – وَفِي رِوَايَةٍ – غَفَرَ اللهُ لَهُ كَمَا غَفَرَ ذَنْبَ دَاوُدَ

“Pada malam awal bulan Dzulhijah itu dilahirkan Nabi Ibrahim, maka siapa yang shaum pada hari itu, hal itu merupakan kifarat dosa selama delapan puluh tahun. Dan pada suatu riwayat tujuh puluh tahun. Dan pada 9 Dzulhijjah Allah menurunkan taubat Nabi Daud, maka siapa yang shaum pada hari itu, hal itu merupakan kifarat dosa selama enam puluh tahun” Dan pada suatu riwayat: “Allah mengampuninya sebagaimana Dia mengampuni dosa Nabi Daud” (H.r. ad-Dailami, al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, III:142, hadis No. 4381, II:21 No. 2136, IV:386, No. 7122; Lihat pula Tanzih as-Syari’ah, II:165 No. 50; Maushu’ah al-Ahadits wal Atsar ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah, VI:235 No. 14.953)

Keterangan:

Hadis-hadis di atas dengan berbagai variasi redaksinya adalah maudhu (palsu) karena diriwayatkan oleh seorang pendusta bernama Muhamad bin Sahl. (Lihat, Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 119)

B. selama 10 hari pertama

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ ، يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ ، وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Tidak ada hari yang lebih dicintai Allah untuk beribadah padanya daripada 10 hari Dzulhijjah. Saum setiap hari padanya sebanding dengan shaum setahun. Dan qiyamul lail setiap malam padanya sebanding dengan qiyam lailatul qadr (ٍLihat,Sunan at-Tirmidzi, III:131; Syarh as-Sunnah, II:292). Dalam kitab al-‘Ilal al-Mutanahiyah, II:563, Hadis No. 925, dengan redaksi

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرَةَ ذِي الْحِجَّةِ يُعَدُّ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Keterangan:

Imam at-Tirmidzi berkata, “Saya bertanya kepada Muhamad (al-Bukhari) tentang hadis ini, maka beliau tidak mengetahuinya selain dari jalur ini” Yahya bin Sa’id al-Qathan telah memperbincangkan Nahas bin Qahm dari aspek hapalannya. (Lihat, Sunan at-Tirmidzi, III:131)

Hadis di atas daif karena pada sanadnya terdapat dua rawi yang daif:

Pertama, Mas’ud bin Washil. Kata ad-Daraquthni, “Abu Daud at-Thayalisi menyatakan bahwa ia daif” (Lihat, Ilal ad-Daraquthni, IX:200). Kata Ibnu Hajar, “Layyin al-Hadits” (Lihat, Tahdzib at-Tahdzib, X:109; Taqrib at-Tahdzib, hal. 528)

Kedua, Nahhas bin Qahm. Kata Ibnu Hiban, “Dia meriwayatkan hadis munkar dari orang-orang populer, menyalahi periwayatan para rawi tsiqat, tidak boleh dipakai hujjah” (Lihat, Tahdzib al-Kamal, XXX:28) Kata Ibnu Hajar, “dha’if” (Lihat, Taqrib at-Tahdzib, hal. 566)

صِيَامُ أَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الْعَشْرِ يَعْدِلُ مِائَةَ سَنَةٍ وَالْيَوْمِ الثَّانِي يَعْدِلُ مِائَتَي سَنَةٍ فَإِنْ كَانَ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ يَعْدِلُ أَلْفَ عَامٍ وَصِيَامُ يَوْمَ عَرَفَةَ يَعْدِلُ أَلْفَي عَامٍ

“Shaum hari pertama dari 10 hari (Dzulhijjah) sebanding dengan 100 tahun. Hari kedua sebanding dengan 200 tahun, jika hari Tarwiyyah (8 Dzulhijjah) sebanding dengan 1000 tahun, dan shaum hari Arafah (9 Dzulhijjah) sebanding dengan 2000 tahun” (H.r. ad-Dailami, al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, II:396, hadis No. 3755)

Keterangan:

Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu) karena pada sanadnya terdapat rawi Muhamad bin Umar al-Muharram. Kata Abu Hatim, “Dia pemalsu hadis” (Lihat, ad-Dhu’afa wal Matrukin, III:96). Kata Ibn al-Jauzi, “Dia manusia paling dusta” (Lihat,al-Maudhu’at, II:198)

C. Tanggal 18 Dzulhijjah

مَنْ صَامَ يَوْمَ ثَمَانِيَّةَ عَشَرَ مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ صِيَامَ سِتِّيْنَ شَهْرًا

“Siapa yang shaum hari ke-18 Dzulhijjah, Allah pasti mencatat baginya (pahala) shaum 60 bulan” (Lihat, Kasyf al-Khifa wa Muzil al-Ilbas, II:258, hadis No. 2520;al-‘Ilal al-Mutanahiyah, I:226, No. 356; al-Abathil wal Manakir, II:302, No. 714)

Keterangan:

Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu). Kata Imam ad-Dzahabi, “ini hadis sangat munkar, bahkan palsu”  (Lihat, Kasyf al-Khifa wa Muzil al-Ilbas, II:258)

D. Hari Terakhir Bulan Dzulhijjah dan Hari Pertama Muharram

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَأَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ بِصَوْمٍ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبِلَةَ بِصَوْمٍ فَقَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَّارَةَ خَمْسِينَ سَنَةً.

“Siapa yang shaum pada hari terakhir bulan Dzulhijah dan hari pertama bulan Muharam, maka ia telah menutup tahun lalu dengan shaum dan membuka tahun yang datang dengan shaum. Sungguh Allah telah menjadikan kifarat dosa selama lima puluh tahun baginya” (Lihat, al-Laali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, II:92; al-Maudhu’at, II:199; Tadzkirrah al-Maudhu’at, hal. 118; Tanzih as-Syari’ah, II:176). Dalam kitab al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, hal. 96, No. 31 dengan sedikit perbedaan redaksi pada akhir hadis:

فَقَدْ جَعَلَهُ اللهُ كَفَّارَةَ خَمْسِينَ سَنَةً

Keterangan:

Hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu). Pada sanadnya terdapat dua rawi pendusta, yaitu Ahmad bin Abdullah al-Harawi dan Wahb bin Wahb. Kata Imam as-Suyuthi, “keduanya pendusta” (Lihat, al-Laali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, II:92) Kata Imam Ibn al-Jauzi, “Keduanya pendusta dan pemalsu hadis” (lihat, al-Maudhu’at, II:199)

Kesimpulan:

Shaum yang disyariatkan pada bulan Dzulhijjah adalah shaum Arafah pada 9 Dzulhijjah

Yang kedua mimin dapet dari http://www.alsofwa.com

Di sana penjelasannya lebih panjang lagi. Ada bagusnya langsung capcus ke webpagenya langsung.

Begitu Bro! Selamat Hari Raya Qurban, dan Haji. Eid Mubarak!!!

Eid_ul_Adha_Mubarak_by_huzza_tbg

 

courtesy of hussa_tbg.

0 komentar:

Post a Comment

« »
Get widget