Searching...
Select a Page
Saturday

met1

 

                                         Sumeks.co.id
 

ARDILA WAHYUNI – Palembang| Saat boyband begitu diganderungi, tujuh pemuda ini justru memilih membentuk grup nasyid. Memilih aliran jaz dan akapela, semua personelnya menamakan grup ini Jazzela.

Grup Jazzela merupakan pemenang pertama lomba nasyid Sumeks Islamic Solidarity Event di atrium Palembang Indah Mall (PIM), belum lama ini. Base camp grup ini berlokasi di Jalan  Toman, No 18, Kelurahan 27 Ilir, Kecamatan Ilir Barat (IB) II, Palembang.

Dari luar, ruko tiga lantai yang menjadi tempat ngumpul grup nasyid ini boleh jadi terlihat sederhana. Namun, soal peralatan dan perlengkapan latihan maupun untuk memproduksi lagu-lagu Islami, sudah sangat lengkap.

Saat Sumatera Ekspres mampir ke sana, tersusun rapi peralatan musik seperti gitar, piano hingga saksofon. Terlihat pula sound system  yang sekilas berkelas.  “Silakan duduk,” kata Abi, anggota grup Jazzela. 

Diceritakannya,  grup nasyid ini terbentuk pada 28 September 2010. Formasi awalnya hanya lima personel. Satu tahun kemudian bertambah dua menjadi tujuh orang. Mereka, Riddi Bayu Wicaksono,  Iman Firdaus,  Irawan,  Abian Indra Laras,  Andre dan Julian Andi Aldino.

Terbentuknya grup nasyid Jazzela berlatar kesamaan misi dan kecintaan terhadap lantunan musik yang bernafaskan Islam. Semakin klop karena mayoritas personelnya pernah aktif dalam organisasi rohis pada masa-masa sekolah dulu. “Kalau grup band di Palembang, sudah banyak. Makanya kami lalu sepakat membentuk grup nasyid saja. Selain menyalurkan hobi, juga melakukan syiar Islam di jalan Allah SWT,” ucapnya,

Seperti kebanyakan kelompok musik lain, Jazzela pun berkiblat pada musik nasyid lain seperti Gradasi,  Senada, dan Raihan. Untuk memperkaya khazanah dan keunikan musik, mereka tidak segan memberikan sentuhan musik dari grup band atau penyanyi luar negeri seperti Boyz II Men, Vocal Sampling, dan lainnya yang dikenal kental nuansa jaznya.

“Ciri khas musik kami terletak pada akapela dan jaz serta  mudah dipahami,” urainya. Meski begitu, tak jarang pula petikan gitar dan saksofon mewarnai musik yang mereka mainkan. “Tergantung kebutuhan lagu,” imbuh Abi.

Ia mengakui kalau keberadaan grup nasyid seperti  melawan arus industri musik Tanah Air saat ini yang sedang mengganderungi girlband dan boyband. Ia masih ingat, even pertama kali yang mereka ikuti, yakni festival musik yang digelar Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Selama tiga tahun berdiri, sekitar 10 penghargaan berhasil mereka raih, baik lomba berskala lokal maupun nasional. Yang terakhir, mereka sukses menyabet juara pertama dalam even lomba yang digelar Sumatera Ekspres bersama Pemprov Sumsel dalam upaya menyukseskan ISG 2013.

Grup nasyid ini berhasil menyisihkan 16 peserta lainnya se-Sumsel. Saat tampil, Jazzela membawakan  lagu sendiri  yang berjudul Song for Mama dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris.

“Lagu ini merupakan hit yang berhasil membawa kami menjadi juara pertama. Lagu ini memang unik, baik lirik maupun musiknya. Genre musiknya diubah dari akapela ke akustik dan saksofon sehingga maknanya mudah dipahami dan terdengar mendayu,” beber Abi yang sebelumnya bersama grup pernah mengikuti even Festival Ramadan Sumeks dan berhasil menyabet juara.

Berbagai raihan juara membuat Abi dan personel Jazzela lain sadar kalau membentuk grup nasyid cukup menjanjikan. Mereka sering diminta mengisi berbagai acara, seperti  pernikahan, aqiqah, dan lainnya. “Di Palembang memang agak sulit karena masyarakatnya belum terlalu familiar dengan nasyid. Tapi yang mengundang akan ramai jelang momen seperti Ramadan, Muharam, atau even ISG seperti ini. Kuncinya, terus berkreativitas dan menghasilkan musik yang berkualitas,” ucapnya.
Untuk mengasah sekaligus mencari kader baru, grup Jazzela tak jarang dipercaya mengajar siswa-siswi di SMA yang memiliki grup nasyid. Hingga saat ini, Jazzela sudah menghasilkan belasan lagu. Jika memungkinkan, ke depan Abi dak kawan-kawan berkeinginan masuk dapur rekaman walaupun itu sulit.

“Kadang untuk mengikuti even di Jakarta saja, sulit. Salah satunya karena kami terikat dengan pekerjaan dan tidak mendapatkan izin,” pungkasnya. Bahkan tak jarang, meluangkan waktu untuk latihan pun sulit. Mereka paling punya kesempatan latihan seminggu sekali, itu pun dengan personel yang tidak lengkap.(*/ce4)

0 komentar:

Post a Comment

« »
Get widget