Searching...
Select a Page
Wednesday

tujuan akwah sekolah

Mengapa Dakwah Sekolah? Mengapa sudah kuliah tidak mengurus dakwah kampus saja? Mengapa tidak bekerja saja? mungkin jawabannya ada dalam tulisan yang dibuat Kang Yahdi, alumni dari Rohis SMP 5 Bandung ini. Beliau sudah bekerja sebaga dosen di TASS. Tapi beliau masih aktif berdakwah di dakwah sekolah..

 

                                         Yahdi Siradj, Alumni Rohis SMP 5 Bandung—ROHANI 554
 

Kalau saya mencoba mengurai, apakah tujuan dari dakwah sekolah, maka saya akan mengatakan bahwa tujuan dakwah sekolah adalah kefutuhan Islam di lingkungan sekolah tersebut. Sebuah keadaan lingkungan sekolah yang islami. Ya, itulah tujuan tertinggi dari dakwah sekolah. Tujuan yang diemban oleh setiap generasi kepengurusan dakwah sekolah.

Saya membayangkan betapa indahnya ketika Islam menjadi cahaya dalam setiap kegiatan sekolah. Saat sekolah dimulai dengan upacara, kita mendengar lantunan alquran dibacakan secara syahdu oleh salah seorang petugas upacara, kemudian dilanjutkan oleh tausiyah pembina upacara yang biasanya diisi oleh kepala sekolah. Saya juga membayangkan bahwa sebelum kegiatan belajar dimulai, ada salah seorang murid membaca ayat quran atau hadits sahih dengan artinya atau bahkan dengan sedikit uraian singkat.....
Salam menjadi budaya antar sesama murid, Masjid selalu ramai dengan jamaah bocah-bocah kecil, Satpam begitu tegas menindak murid yang menyalahi aturan kedisiplinan, dan hijab antara ikhwan dan akhwat dijaga dengan sangat proporsional....

Saya memimpikan bahwa Ukhuwah menjadi slogan dari sebuah persahabatan. Kemuliaan ukhuwwah yang jauh melampaui kenikmatan sesaat pacaran. Saya juga merindukan nuansa jiddiyah dalam belajar, berdakwah, dan menghafal Al-Quran. Lingkaran-lingkaran mentoring bertebaran di seluruh pelosok sekolah, Guru-guru begitu gigih menjadi teladan utama, dan Pelajaran Agama bertambah jumlah durasi pengajarannya ditambah dengan pelatihan dakwah, mentoring, adzan, fiqh, sirah, baca tulis Al-Quran, dan Life skill. Saya juga tidak menafikan bahwa fasilitas peralatan sekolah sangat lengkap untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di zaman teknologi ini....

Ah, begitu indah lukisan imajinasi itu. Tetapi kalau memang begitu apa bedanya dengan sekolah pesantren? Mengapa tidak kita buat saja pesantren atau memanfaatkan pesantren yang ada saja? Toh, imajinasi diatas tidak selalu dimiliki oleh sebuah pesantren modern sekalipun?
Nah, disinilah letak qadayah kita, bahwa tantangan kita sebagai seorang ADS bukanlah mengislamkan pesantren tetapi mengislamkan sebuah sekolah formal yang didirikan atas dasar pancasila bukan kehidupan Islam. Sekolah yang pendidikan kewarganegaraan, poster pancasila dan foto presiden dan wakil presiden di setiap kelas menjadi ciri utamanya.

Kini kita adalah ADS yang sedang memanfaatkan kesempatan. Kesempatan yang diberikan sekolah agar ada sebuah ekskul tentang remaja mesjid di setiap sekolah formal. Kesempatan ini didapat karena kita menjadi Alumni dari sekolah tersebut, dan tentu kelonggaran kebijakan dari sekolah agar pemberian intensif pendidikan agama difasilitasi melalui sebuah kegiatan ekstrakurikuler.
Tantangan dan keterbatasan yang begitu keras menghadang langkah para ADS mau tidak mau harus memecah Tujuan besar itu-yakni kefutuhan islam- dalam sebuah Visi dakwah sekolah yang lebih sempit, bertahap dan terukur.

PKS

Saya pernah melakukan rapat dengan JJ dan teman-teman Rohani lainnya. Kami melakukan rapat dalam sehari semalam hanya untuk menentukan tujuan mendasar dari setiap gerak langkah Rohani 554 sebagai Ekskul remaja mesjid SMP 5. Perdebatan berjalan sangat sengit antar kami. Waktu berjam-jam kami habiskan dengan melakukan analisis keadaan Rohani secara objektif dan secara subjektif. Keadaan objektif adalah keadaan Rohani sekarang, sementara keadaan subjektif adalah keadaan yang kami harapkan terwujud dalam tempo waktu yang akan datang. Ketika melisting keadaan objektif Rohani kami dapati bahwa ternyata ROHANI 554 masih sangat lemah dan belumlah layak dikatakan sebagai ekskul yang mapan. Begitu banyak kelemahan yang kami miliki. Namun hal ini tidaklah membuat kami surut dan lemah.

Kekuatan mulai muncul kembali ketika kami melisting keadaan subjektif (ideal) yang kami harapkan dari ROHANI 554. Wah... brainstorming kami begitu efektif. Begitu banyak harapan yang kami inginkan dari ROHANI 554 di masa yang akan datang. Dari semakin ramenya kegiatan mentoring, sampai kekuatan pengaruh ROHANI yang bisa mengirim kadernya agar ada yang menjadi Ketua OSIS dan Ketua MPK (Majelis Permusyawarat Kelas). Dari jumlah anggota yang terus bertambah hingga persyaratan agar setiap Alumni ROHANI wajib kembali ke SMP 5 dan membina sebuah kelompok mentoring. Mungkin ada seratus lebih keadaan ideal ROHANI yang kami tuliskan saat itu. Rapat yang kami jalani membuat kami lupa bahwa malam sudah semakin larut saja.

Pada esok pagi harinya, kami memulai rapat dengan pikiran yang lebih jernih. Dari perbandingan keadaan objektif dan subjektif itu kami mulai mengelompokkan keadaan subjektif yang memiliki ruang lingkup yang mirip. keadaan dimana jumlah anggota kelas 1 SMP meningkat dan jumlah kelas 2 smp meningkat kami buat dalam satu kelompok. Keadaan dimana pengurus dapat efektif menjalankan kepengurusan dengan peningkatan kualitas pengurus dengan melakukan upgrading kami buat dalam satu kelompok pula.

Awalnya kami membuat 4-5 kelompok keadaan subjektif yang mirip-mirip ruang lingkupnya. Namun, barulah kami sadar bahwa Visi yang sederhana dan mudah diingat akan lebih dipegang dan difahami oleh kami jika dibandingkan visi yang ribet dan terlalu banyak. Kemudian kami berjiddiyah kalau Visi bisa dibuat dalam kata-kata yang sederhana dan singkat.

Kami kelompokkan keadaan subjektif yang bertujuan untuk memelihara jumlah anggota, pelatihan lifeskill untuk setiap anggota, pengadaan kegiatan insidental untuk seluruh anggota, penjadwalan ulang mentoring, seminar tentang mentoring dalam satu Visi yaitu PEMBINAAN.

Kemudian keadaan subjektif dalam proses kaderisasi yang komprehensif, adanya mentoring tambahan untuk kader khusus, Pembentukan Kader ROHANI, Upgrading skill pengurus, menjalin silaturahim dengan kader SMP lain, menuntut pemenuhan muwashafat (pencapaian-pencapaian) terhadap kader pilihan, pengiriman kader andalan agar berkiprah dalam OSIS dan MPK, dan Rapat rutin kader dalam satu Visi yaitu KADERISASI.

Kemudian, keadaan subjektif seperti dapat melaksanakan kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, Terlibat dalam acara kegiatan idul Qurban, mengadakan lomba islami bagi seluruh warga SMP 5, pengiriman kartu lebaran untuk guru-guru, pembuatan buletin, pengajakan fardiyah murid SMP 5 non ROHANi agar masuk ROHANi, dan Masa Orientasi Siswa di awal tahun pelajaran kami kelompokkan dalam satu Visi yaitu REKRUTMEN.

Sehingga kami dapat menyingkat visi-visi itu dalam 3 huruf yaitu PKR. Namun, seiring waktu berjalan, kata Rekrutmen kami ganti dengan kata Syiar karena ruang lingkup Syiar lebih luas dengan mencakup kegiatan rekrutmen dan keterlibatan sosial Rohani terhadap warga SMP 5. Perubahan ini otomatis membuat singkatan PKR berubah menjadi PKS. Awalnya segala macam random generation dari huruf "P", "K" , "S" kami coba seperti KPS, SKP, dan PSK. Namun, rasanya lebih enak disebut PKS oleh lidah kami.

0 komentar:

Post a Comment

« »
Get widget